Kamis, 02 Juni 2011

Meninggi untuk merendah

ADA yang tinggi tapi tidak meninggikan dan ada yang rendah tapi tidak merendahkan. Itulah kerendahan yang benar dan itulah ketinggian yang keliru. Tapi tidak mudah mengidentifikasi mana tinggi dan rendah yang keliru itu, walau juga tidak sulit. Tidak mudah karena baik yang benar maupun yang keliru bisa berada dalam sebuah ketinggian yang sama. Tetapi tidak sulit, karena mudah alat ukurnya, yakni apakah seseorang kehilangan mutu justru tepat ketika ia sedang meninggi.


Misalnya jabatan dan karier yang tinggi. Menjadi polisi, bagi seorang Hoegeng, adalah ketinggian yang meninggikan. Tetapi pasti tidak semua polisi berpangkat tinggi, meninggi seperti Hoegeng. Menjadi Gubernur bagi Ali Sadikan adalah ketinggian yang meninggikan. Tetapi pasti tidak semua gubernur seperti Ali Sadikin.

Begitu juga dengan popularitas. Popularitas bagi Romo Mangun adalah ketinggian yang meninggikan. Tokoh ini tidak menolak populer dan sangat menerima media dengan menyediakan diri melayani aneka wawancara. Tetapi apakah untuk semata-mata popularitasnya? Tidak.

Ketika Proyek Kali Code hendak diberangus, pastor ini memutuskan hendak mogok makan. Memang baru berencana, tetapi dalam waktu singkat kabar ini sudah menyebar ke seluruh dunia. Saat itu Orde Baru terpaksa menunda niat. Sungguh sebuah penundaan yang tidak lazim mengingat semua kehendak rezim saat itu adalah sebuah fatwa.

Tapi memang tidak semua yang ada di ketinggian berarti peninggian. Ada malah ketinggian sebuah nama yang sejajar dengan ketinggian aib. Ada jumlah kekayaan yang sepadan dengan jumlah tudingan kepadanya.
Dan ada kekuasaan yang kebesarannya sebanding dengan kebesaran masalah yang melilit.
Begitu juga dengan kerendahan. Tidak semuanya yang rendah ternyata merendahkan karena beberapa di antaranya malah meninggikan.

Butet Manurung memesona kita karena sebagai remaja ia menempuh jalan sunyi: masuk hutan dan mengajari anak-anak rimba tidak cuma tulis dan baca, tetapi bersama-sama untuk menyelamatkan lingkungan. Ia tidak mengadakan jumpa pers untuk kegiatannya, tidak datang dengan pengawalan dan tidak menunggu sponsor. Ia berangkat begitu saja dan hutan itu sendirilah yang mengabarkan kegiatan ini ke masyarakat luas dengan caranya.
Jadi kini jelas, bukan ketingian yang selalu meninggikan dan bukan kerendahan yang merendahkan. Ada pihak yang tinggi justru menjadi rendah dan ada pihak yang rendah tapi malah meninggi.

Tinggi dan rendah memang persoalan posisi, tetapi meninggi dan merendah ternyata persoalan nilai. Di mana pun posisi seseorang ia bisa bernilai sekaligus bisa tidak bernilai, tergantung apa keputusan yang dijatuhkan.
Bernilai tinggi sama-sama bisa dilakukan baik dari tempat tingi maupun rendah. Tetapi, mengingat banyak sekali paradoks di akhir-kahir ini, besar kemungkinan ada banyak sekali pertukaran nilai. Ada kerendahan yang banyak diperagakan justru dari ketinggian.

Kalau sekarang Anda berada di ketinggian, inilah saatnya memancang nilai tinggi, bukan malah bersiap terjun ke bawah yang pasti sangat menyakitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar