Sabtu, 21 Agustus 2010

Keracunan Keong Racun

JIKA keong pun telah menjadi beracun pasti ada hukum keserampakan yang menjadi latar belakangnya. Hukum itu bernama aneka sebab, biasanya sangat sederhana, tetapi berkumpul menjadi satu pada saat yang sama lalu bum... menjadi bola api raksasa.

Maka fenomena lagu ”Keong Racun” yang tak sengaja itu adalah bukti, bahwa ketidaksengajaan jauh lebih mencengangkan kekuatannya ketimbang kesengajaan. Jika kesengajaan itu cuma hasil manajemen biasa, ketidaksengajaan itu hasil perencanaan alam yang manusia bukan kawan sepadan untuk menandinginya. Karena fenomena meledaknya lagu ”Keong Racun” ini secara teori setara dengan meledaknya pesawat ulang-alik dan juga meledaknya reaktor nuklir. Semua cuma disebabkan oleh sebab-sebab yang nyaris remeh, misalnya selang bocor, atau skrup kendur pada awalnya.

Jika cuma selang itu saja yang bocor, jangan khawatir, ada selang cadangan yang akan berfungsi. Jika cuma sekrup itu saja yang kendur, santai saja, karena ada lapisan sekrup berikutnya sebagai pengaman. Jika cuma terdiri atas satu sebab saja, sebab yang remeh itu benar-benar akan berhenti sebagai soal remeh dan tak punya pengaruh apa-apa. Tetapi jika yang remeh-emeh itu sudah berkumpul menjadi satu, bersatu padu, ia akan bertiwikrama sebagai raksasa. Sudah selangnya bocor, pengamannya tak berfungsi pula. Sudah begitu sekrupnya kendur pula. Sudah begitu sekrup lapisannya aus pula. Sambung menyambung menjadi satu, tanpa kita tahu, tanpa bisa dicegah, karena kejadian seperti ini baru kita sadari setelah semuanya terlambat.

”Keong Racun” sebagai lagu sudah ada dua tahun lalu. Dingin-dingin saja. Sampai kemudian ada dua mahasiswi iseng bergaya. Jadi waku dua tahun itu seperti hanya diminta menunggu agar dua orang ini menemukan niatnya. Tapi niat saja pasti tidak cukup karena harus sudah ditemukan pula teknologi laptop berkamera. Itu pun tidak cukup jika belum ada teknologi streaming. Itu pun belum cukup kalau tidak ada situs bernama Youtube. Itu pun belum cukup jika jaringan internet tidak sudah merajalela menjadi kebutuhan publik seperti ini. Itu pun tidak cukup jika gabungan antara watak lagu dan ekpresi dua mahasiswi kenes ini tidak sedemikian rupa. Tapi sekenes-kenesnya mereka bergaya, tak akan ada artinya, jika publik tidak merasakan kemurnian komunikasi di dalamnya.

Pasti jauh berbeda jika dua cewek ini bergaya di Youtube karena niat politis. Misalnya ingin terkenal karena biar dipilih jadi bupati dan wakilnya. Tidak, mereka, tampil terutama untuk senang-senang belaka. Iseng narsis saja, sebuah sublimasi psikis yang semua manusia akan merestuinya. Ia seperti balita yang menari-nari yang butuh perhatian tetapi kita rela memberinya karena di situlah letak kemurnian balita yang kita suka.

Jadi, di balik ledakan lagu ”Keong Racun” itu, ada berpuluh-puluh, beratus dan beribut kebetulan yang manusia tidak sanggup merencanakan tetapi cukup diminta berhati-hari di hadapan kebetulan yang serbaraksasa itu. Apa gunanya? Untuk percaya kepada prinsipnya. Jika Anda berbuat baik, tak perlu takut hanya karena tak dilihat atasan atau diliput media. Terus berbuat baik saja. Akan ada beratus-ratus energi kebetulan yang akan merawatnya. Sebaliknya, jika Anda mengorup uang negara, waspadalah. Akan ada aneka kebetulan yang merekamnya di luar KPK. Karena, rekamlah soal yang aman-aman saja, karena apa yang kita rekam akan ganti akan direkam oleh alam raya yang jika waktunya sudah tiba akan diedarkan ke lintas benua dengan kecepatan hanya satu ketukan keypad saja