Sabtu, 08 Mei 2010

Amnesia Tiban

ADA pasar tiban,ada dukun tiban dan akhirnya ada juga penyakit tiban. Penyakit yang datangnya ujug-ujug, serba mendadak dan ia tiba tepat pada waktunya. Misalnya tepat pada saatnya harus jadi tersangka lalu terserang penyakit amnesia. Lupa ingatan, untuk waktu yang tidak ditentukan.
Penyakit ini termasuk luar biasa kalau ukurannya adalah ketepatan waktu. Jika cuma soal penyakit lupa, ia pasti bukan soal istimewa.Negeri ini penuh dengan wabah lupa ingatan. Kesalahan yg kemarin terjadi bisa diulang hari ini. Kemarin koruptor baru masuk bui, hari ini pendatang baru yg siap jadi tersangka sudah antre. Sudah paham kinerja lembaganya sedang dikritik di sana-sini tetap saja tampil gaya, parlente apalagi kalau ngerti sedang disyuting tv.
Tetapi di sebuah negara dengan tradisi tepat waktu yg terkenal langka, penyakit ini membuktikan diri sebagai pihak yg sebaliknya. Ia sangat sadar timing, paham momentum dan peka keadaan. Naluri yg mestinya dimiliki oleh para pemimpin dan pemegang mandat publik ini ternyata malah lebih dulu dimiliki oleh penyakit dan rombongannya. Termasuk dalam rombongan ini adalah orang mati. Karena ada seseorang yg ditetapkan sebagai saksi kunci tepat ketika yg bersangkutan baru saja mati. Betapa susah menjadi tenang tinggal di sebuah keadaan ketika bahkan kematian saja masih terus menerus digoyang persoalan. Ada orang mati yang KTP-nya dipinjam untuk modal mengumpulkan dukungan. Ada orang mati dibunuh yg pembunuhnya masih dibiarkan gentayangan. Ada orang mati yg kalau perlu rohnya dihadirkan di persidangan karena kewajibannya memberikan kesaksian.
Termasuk anggota rombongan tepat waktu lainnya adalah orang-orang pintar, orang sukses dan terpelajar yang mendadak saja terserang penyakit dungu tepat saat kepintarannya justru dianggap dibutuhkan. Seluruh isi dunia ini adalah soal2 yg mendadak asing baginya, walau itu menyangkut soal2 sederhana.

Apa saja jenis pertanyaannya akan dijawab dengan jawaban serupa : "Tidak Tahu!!"
Seorang hakim di pengadilan sampai kehilangan kesabaran menghadapi jawaban semacam ini dan katanya kemudian : "Hanya Tuhan yang agaknya sanggup membuatmu mengaku."

Begitu membingungkan persoalan hukum di sini, sehingga jangankan bagi para awam, bahkan seorang hakimpun bisa terancam putus asa dan harus mengadukan kebuntuan profesinya kepada Tuhan. Di negara ini tampaknya sedikit saja kesanggupan kita menyelesaikan persoalan sehingga banyak urusan yg sejatinya remeh temeh harus dibebankan kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar