Sabtu, 08 Mei 2010

[BUKAN] Masa Bakti


Istilah masa bakti sebaiknya diganti saja dengan sebutan yg lebih wajar :MASA KERJA. Persoalannya apakah benar, para penghuni masa bakti itu selalu orang - orag yang hendak berbakti. Karena terbukti banyak sekali yang tertangkap basah korupsi. Maka tega benar para koruptor itu menyebut diri mereka pihak yang berbakti!

Tak perlu ragu menyebut seluruh waktu kita di kantor sebagai masa kerja saja. Tak ada yang memalukan dari istilah ini,apalagi kita memang dibayar untuk itu. Padahal gaji telat tanggal saja sudah bisa menyulut demonstrasi.Mana mungkin demonstrasi begini diperagakan oleh pihak yg menyebut dirinya pengabdi.
Memang selalu ada orang-orang yg memiliki naluri mengabdi. Di rumah sakit paling penuh kritikpun ada dokter dan perawat yg benar-benar ingin melayani. Begitu juga di kantor polisi, di kantor tentara dan di dalam birokrasi. Tetapi orang2 yg tulus itu, pasti tidak pernah peduli apakah mereka disebut sedang bekerja atau sedang mengabdi. Mereka adalah pribadi yang tidak ribet. Seluruh keribetan itu biasanya selalu datang dari pihak yang memang ribet. Pihak yg ingin terlihat mulia walau buruk kelakuannya. Pihak yg rendah kontribusinya tetapi harus dianggap paling berjasa. Dan ini yang paling berbahaya : pihak yg kelasnya sebagai peminta tetapi berlagak sebagai pemberi. Malah kalau peluangnya ada, kelas peminta itu akan naik tingkat menjadi pencuri pula.
Jadi kerja saja,tak perlu mengabdi, karena bukti2 pengabdian itu rendah sekali. Seluruh pelayanan publik ini adalah bukti. Tanpa pelici, sulit sekali tugas - tugas pelayanan itu bergerak. Untuk soal yg jelas - jelas telah menjadi tugas saja begitu banyak mandat yg diingkari. Tetapi justru dalam iklim semacam itulah masih saja diawetkan sebutan2 yang mempertinggi sesuatu yg jelas2 rendah.

Sebetulnya banyak sebutan indah di negeri ini. Tetapi ketika ia gagal menepati bunyinya sendiri, itulah pangkal kemuakan publik. Masa bakti itu mestinya memang ada, tetapi harus benar2 diperuntukkan bagi pihak yg mengabdi. Bukan pihak yg menjadi pedagang perkara, makelar kasus, mafia hukum dan penjual birokrasi.
Marilah bersahaja terutama kepada diri sendiri.Jika minat menjadi pegawai negeri sebetulnya hanya untuk mendapat jaminan pensiun, tak perlu membahasakan diri sebagai hendak mengabdi kepada Ibu Pertiwi. Karena pada dasarnya Ibu Pertiwi juga tidak meminta banyak. Yang wajar saja.Sekadar mencari jaminan pensiun pun boleh saja, asal ditebus dengan kewajaran. Jangan mau pensiunnya saja tapi enggan pada kewajibannya. Perizinan yg mestinya rampung dalam sehari harus dibuat sebulan bukan cuma karena kemalasan tetapi karena ia juga bisa dipakai untuk menambah uang jajan.

Kepada negara sebetulnya kita tidak perlu sok mulia tetapi kalau perlu malah cukup bertransaksi saja. Elu jual,Gue beli. Begitu saja,asal apa yg kita dapatkan benar2 kita bayar harganya. Dan harga itu pun tidak perlu tinggi2 amat, yang wajar saja, karena memang cuma itulah kewajiban kita. Cuma para pahlawan yang sanggup membayar harga lebih tanpa menggerutu, tanpa namanya minta dimuat di koran dan tanpa perlu mengundang wartawan saat sedang menyumbang.

Kita ini butuh menjadi orang2 biasa saja. Jangan kelas yg sudah biasa inipun sering kita kurangi takarannya sehingga jangankan jadi manusia luar biasa, menjadi orang biasa saja kita sudah kekurangan harga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar